Social Icons

Rabu, 01 Januari 2014

SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI ASIAN ECONOMIC COMMUNITY 2015?

Dua tahun kedepan Indonesia akan menghadapi era tantangan baru dalam ASEAN Economic Community. Implementasi ASEAN Economic Community yang direncanakan dilaksanakan pada tahun 2020 diajukan menjadi tahun 2015. Dengan diberlakunya ASEAN Economic Community yang disepakati bersama oleh semua negara di wilayah Asia Tenggara maka secara otomatis liberalisasi akan terjadi hampir di semua sektor. Ketika ASEAN Economic Community berlaku pada akhir 2015 nanti pasar Indonesia akan membuka diri. Pasar Indonesia akan sangat menarik bagi negara tetangga dan kita hanya akan menjadi penonton bila kita tidak mempersiapkan diri dari sekarang.

Konsep utama dari ASEAN Economic Community adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community adalah tenaga kerja terampil.

Secara prinsip ada dua terminologi perpindahan tenaga terampil yaitu prinsip Movement of Natural Persons (MNP) dan fasililtated entry. Pada prinsip pertama, tenaga kerja terampil melakukan mobilitas dalam kurun waktu tertentu baik sebagai individu yang mempekerjakan dirinya sendiri maupun sebagai pekerja dari perusahaan multinasional. Oleh karena itu yang termasuk dalam MNP adalah pengunjung bisnis, investor dan pedagang yang melakukan transaksi bisnis dan investasi, pindahan tenaga kerja pada perusahaan multinasional serta kalangan profesional seperti dokter, perawat, pengacara, akuntan, insinyur teknik dan tenaga profesional di bidang teknologi informasi. Prinsip yang kedua adalah mobilitas yang terkendali jadi bukan berarti bahwa mobilitas itu secara totally free.

Ada 12 sektor jasa yang telah disepakati oleh negara ASEAN diantaranya : (1)bisnis, (2)komunikasi, (3)teknik konstruksi dan teknik terkait, (4)pendidikan, (5)distribusi, (6)lingkungan hidup, (7)keuangan, (8)jasa yang terkait dengan kesehatan dan sosial, (9) pariwisata dan perjalanan wisata, (10) rekreasi, olahraga, dan kebudayaan, (11)angkutan, dan (12)sektor jasa lainnya. Perpindahan tenaga kerja terampil secara bebas bukan berarti dapat dilakukan secara totally free akan tetapi melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA). Dengan mekanisme MRA, negara tujuan mengakui kualifikasi profesional tenaga terampil dari negara asal atau negara pengirim. Itu berarti negara asal memiliki otoritas untuk memberikan sertifikat yang menjelaskan tentang kompetensi tenaga terampil yang akan dikirim. Meski tidak langsung memberikan jaminan akses pasar tapi tentunya MRA merupakan langkah awal dalam upaya mempromosikan tenaga terampil tersebut.

Kompetisi yang dihadapi Indonesia kedepan akan jauh lebih besar dalam menghadapi era ASEAN Economic Community. Ada beberapa tantangan diantarnya: pertama, mengaitkan mobilitas tenaga kerja terampil dan tidak terampil. Indonesia memang merupakan salah satu pengeksor tenaga kerja terbesar ke luar negeri, akan tetapi semua justru kebanyakan berasal dari tenaga kerja tidak terampil. Namun, dalam konteks ASEAN Economic Community ini belum mengarah pada penempatan tenaga kerja tidak terampil tetapi lebih memfokuskan pada tenaga terampil sehingga akan menunjang kerjasama antar bangsa. Kedua, isu inflow dan outflow tenaga terampil di Indonesia. Isu inflow tidak signifikan karena Indonesia masih didominasi sektor pertanian dan perdagangan. Isu outflow juga tidak terlalu penting karena sedikitnya jumlah tenaga profesional dan kurangnya penguasaan bahasa Inggris. Fokus permasalahan tenaga kerja di Indonesia lebih banyak kepada penanganan kasus buruh daripada peningkatan daya saing tenaga terampil.Ketiga, menyikapi regulasi domestik negara-negara ASEAN sehingga membutuhkan koordinasi yang lebih lanjut karena semua terkait dengan politik negara tujuan. Keempat, kualitas tenaga terampil di Indonesia. Menurut Laporan Bank Dunia, terjadi kesenjangan besar dalam kualitas tenaga terampil di Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa Inggris (44%), penggunaan komputer (36%), ketrampilan perilaku (30%), ketrampilan berpikir kritis (33%) dan ketrampilan dasar (30%). Hal yang lebih mengenaskan lagi adalah ketimpangan jumlah pekerja di Indonesia dimana hanya 7% saja yang mengenyam pendidikan tinggi.

Jika hanya bergelut di permasalahan tantangan yang dihadapi Indonesia, tentu ada peluang yang bisa kita tangkap dalam pelaksanaan ASEAN Economic Community diantaranya Indonesia akan dipacu lebih kompetitif dalam mencetak tenaga terampilnya, Indonesia dapat membuat kerjasama dalam bidang pendidikan dengan negara maju di ASEAN seperti Singapura dalam rangka memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik pelajar, mahasiswa dan juga pengajar dapat diintensifkan, pemerintah dapat menetapkan prosentase tertentu dari tenaga kerja asing yang ditempatkan di Indonesia sebanding dengan tenaga kerja terampil dari dalam negeri, tujuannya agar tenaga terampil kita mampu bersaing dengan tenaga dari luar negeri. Kita harus optimis bahwa Indonesia juga tidak akan kalah dengan negara tetangga se-Asia Tenggara karena kesepakatan sudah disepakati oleh semua pihak.
Comments
0 Comments
Facebook Comments by facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Engineering Physics ITS

[Pasang Widget] | [tutup]